Ingat ya, agar pendidikan di Indonesia maju. Media juga ikut mendukung menjaga keajegan seseorang di dalam menggeluti ilmunya. Bukannya malah mengheboh2kan dan menggembor2kan seorang dokter yang bisa juga menari, menyanyi dll sebagainya. Kenapa? karena semua butuh latihan untuk MENJAGA KOMPETENSI. Saya juga bisa menari (tapi dulu karena sering kursus itupun waktu SD juga di SMP karena pentas dance ringan) dan main keyboard juga organ bahkan piano juga. Tapi saya tidak banyak latihan lagi karena sebagai dokter dan dosen itu harus konsisten dan banyak waktu yang digunakan untuk mengasah ilmu agar tetap kompeten di bidangnya.
Bila memang tidak suka jadi dokter atau dosen ya jangan sebagai dosen untuk dokter, karena ini menyangkut kompetensi sebagai dosen bagi calon dokter atau yang sudah jadi dokter. Menari saja BUTUH LATIHAN. Menyanyi juga butuh LATIHAN. Lhaaa....apalagi bila sudah jadi dokter ya tetap minimal jaga ilmu kedokterannya bisa dengan terus belajar atau ikut seminar/kongres juga aktif menulis atau bicara. Bukannya malah banyak latihan menari trus juara nari dan akibat si penilai PAK terhipnotis trus dijadikan profesor. Weeleeh..weleeh lhaa ini! kita ini mudah terbuai oleh sesuatu hal yang tidak seharusnya terbuai. Lha wong latihan ya jelas bisa lah. Saya aja dulu pinter organ karena rajin latihan dan saya belum jadi dokter. Saya tiap kali kursus itu kalau ujian selalu 2 grade jadi tidak ujian 1 grade lalu lulus dan 1 grade ujian lagi lalu lulus. Saya itu kalau ujian organ, UJIAN LANGSUNG 2 GRADE/2 tingkat dan SEMUA LANGSUNG LULUS, ya pengujinya bukan penguji lokal doong. Kemudian tahun berikutnya 2 GRADE/2 tingkat lagi ya 2 GRADE LANGSUNG LULUS lagi. Ya itu karena latihan tiap hari. Jadi bila latihan semua itu mudah. Nggak ada yang susah. Percaya deh sama saya. Jadi nggak usah heran bila dokter itu pinter ini dan pinter itu. Karena buat saya kalau latihan dan ajeg tiap hari melakukan hal tersebut, malas atau tidak malas ya InsyaAllah bakal cepet piawai. Jadiii..., nggak usah terhipnotis yaa dengan begituan. Semua bisa bila latihan. Makanya saya bilang, untuk menjadi profesor itu tidak mudah tapi itu sekaraaaaannggg! Kalau dulu siiih..., nggak tau ya...kayaknya siiih dari info2 dan observasi saya tidak TERLALU sesulit sekarang. Tapi INTINYA JANGAN TERLALU TERBUAI/TERHIPNOTIS DENGAN HAL2 yang di luar kompetensi seseorang apalagi bila dia seorang dokter dan dosen. Ingat dokter itu menyangkut nyawa. Jadi, seorang dokter yang juga hobi dan masih sering pentas nari atau dokter yang berpendidikan guru. Pantaskah kelak dia disebut profesor dokter? Kompetenkah? Masih ingatkah dia dengan nyawa seseorang? Jangan2 justru dia harus dianggap profesornya para penari? atau profesornya para guru? Bila bukan. Ya berarti bukan profesornya siapa2.
Nah , mulai sekarang harus belajar kritis ya? bahwa hal2 seperti ini harus dicermati. Bukannya dianggap hebat. Jangan mudah mengangkat seseorang menjadi profesor hanya gara2 terbuai oleh lemah gemulainya atau suaranya yang serak2 dingin atau terhipnotis oleh pandai melawak atau pandai ilmu wayang atau cepat studi akibat berpendidikan guru juga kecuali dia dosen budaya atau dosen yang sesuai kompetensinya dengan kepandaian menari, menyanyi dll. Ingat, profesor itu pakar! Profesor itu pakar mendalam. Jadi bila dokter punya banyak kompetensi yaitu bisa/dianggap pandai menari, punya pendidikan guru bahkan dagang makanan...ya bila profesor ya patut dipertanyakan. KOmpetenkah ilmunya untuk dianggap sebagai Profesornya para dokter bila banyak menari? Kompetenkah ilmunya untuk dianggap profesornya guru, bila ternyata dia seorang dokter?
Linierkah? Seharusnya linier itu ya sejak S1. Karena bila S1, S2, S3 idem dan LINIER maka cocok dan ini menjadi syarat MUTLAK menjadi profesor apalagi bila kegiatan2nya terkait kompetensinya. Ingat profesor itu harus pakar, seorang profesional. Gimana dianggap profesor bila pindah2 dari S1 lalu S2 nya beda lalu S3 nya beda lagi. Kalau menurut saya, bukan cuma yang terakhir tapi ya sejak awal harus sesuai dan ini menjaga kekompetensian seseorang untuk diangkat menjadi profesor. Akibat keseriusan dan keilmuan di bidang tersebut sudah dia upayakan secara mendalam. Bukan cuma main2 bisa dilihat dari track record studinya untuk pantas dianggap sebagai dosen di bidang ilmu tersebut atau bukan. Gampang kan lihatnya? makanya kalau cuma strick 1 aja. Ya nggak bikin bingung, Yang bikin bingung itu dosen yang S1 dan S2 nya juga S3 nya beda tapi MAKSA JADI PROFESOR. Naah, hal2 begini harusnya coret aja sebagai dosen. Hehehe...maaf yaa.., karena kalau ingin maju ya memang harus diperhatikan penguasaan ilmu seseorang sejak awal. Ini kalau ingin bersaing secara optimal di dunia internasional lhooo....dan pendidikan kita maju.
Lha, kalau S1, S2 dan S3 nya aja setengah2..., setengah ilmu A, dan seperempat ilmu B bahkan seperempat ilmu C. Gimana siih kepakarannya? Apa mudheng ilmu2 segitu banyaknya, paling ya mudheng dikiit dikiiit.... Lha wong penerima nobel aja semua tua2 di atas usia 70 tahun. Ini kan bukti bahwa di luar negeri itu juga sangat sangat memperhatikan kekonsistenan dan kompetensi seseorang. Bukan cuma berdasar buaian di AKHIR GELAR. Hehehe...itu kalau saya lhoo...
Selain gelar macam2, ciri lain profesor2an adalah kompetenkah ilmunya sebagai dokter bila hanya bisa menjelek2an karya seseorang? Profesor bener2kah? Jangan2 golongan profesor yang terlalu banyak memiliki dan berlatih kompetensi tak penting (misal dokter dan dosennya para calon dokter tapi banyak latihan/justru menjaga kompetensi sbg ahli menari juga menyanyi dll) yang tidak terkait keilmuan dengan kompetensinya ( sehingga banyak profesor di negara tercinta ini) itu adalah profesor yang kerjanya cuma menjelek2an suatu karya akibat pemahaman kepakarannya kurang karena S1, S2 dan S3 semua beda-beda atau kegiatan hariannya/latihan hariannya beda.Dokter yang dosen ya minimal hobi ber edukasi bidang kedokteran lewat tulisan, seminar/kongres dll.
Jadi, ingat jangan terbuai dan mudah terhipnotis di AKHIR GELAR. Lihat kompetensinya sejak awal dan kegiatan2nya selama ini. Gampang kok bisa dilihat di internet. Jaman canggih, apa yang sulit? Yang penting tidak mudah terhipnotis/terbuai dengan rayuan palsu/gombal di AKHIR GELAR, cermati juga AWAL GELAR! Juga jangan mudah menjelek2an karya seseorang kalau kamu bukan ahlinya atau punya banyak kompetensi seperti menari/menyanyi dll dan justru konsisten di dalamnya padahal tidak kompetensimu, bahkan kamu bisa dibilang cuma profesor2an. InsyaAllah. aamiin YRA.
Jadi, ingat jangan terbuai dan mudah terhipnotis di AKHIR GELAR. Lihat kompetensinya sejak awal dan kegiatan2nya selama ini. Gampang kok bisa dilihat di internet. Jaman canggih, apa yang sulit? Yang penting tidak mudah terhipnotis/terbuai dengan rayuan palsu/gombal di AKHIR GELAR, cermati juga AWAL GELAR! Juga jangan mudah menjelek2an karya seseorang kalau kamu bukan ahlinya atau punya banyak kompetensi seperti menari/menyanyi dll dan justru konsisten di dalamnya padahal tidak kompetensimu, bahkan kamu bisa dibilang cuma profesor2an. InsyaAllah. aamiin YRA.
*Be yourself *Be a positive thinking person*Love people = Love yourself*